Nunu el Fasa Sidoarjo
Saat SMA, ngetrend rambut rebonding. Termasuk aku yang pengen banget rambut lurus. Apa boleh buat, rebonding masih diatas seratus 200-300 ribu. Kala itu uang sakuku sebagai anak kost, 40-50 ribu satu minggu termasuk untuk makan sehari-hari.
Dari uang tersebut aku menyisakan sedikit demi sedikit untuk kutabung. Jangan harap bisa cepat terkumpul. Kadang uang sakuku kurang dan terpaksa pinjam ke teman sampai timbul kebiasaan tambal sulam. Akhir minggu pinjam, awal minggu dapat uang saku untuk bayar, akhir minggu pinjam lagi, begitu seterusnya. Sangat sulit hanya untuk mengumpulkan uang, butuh waktu satu tahun, dari kelas dua ke kelas tiga SMA.
Ketika kurasa sudah cukup aku menemui Mbak Nunuk (pakai 'k") yang bekerja di depot dan pernah cerita tentang salon murah langganannya. Tapi Mbak Nunuk mencegah, menyayangkan uangku sebanyak itu daripada untuku rebonding mending untuk membeli buku. Aku menolak karena perjuangan setahun tak mungkin aku menggagalkannya.
Saking sayangnya kepadaku, Mbak Nunuk merelakan catokan pelurus rambutnya dipinjamkan kepadaku. Aku menyambutnya gembira. Itu artinya aku tak perlu mengeluarkan uang untuk meluruskan di salon. Sepulang dari depot, langsung aku pakai dibantu teman kost. Rambutku menjelma jadi cantik dan menawan.
Dan benar saja, bukan hanya cowok yang kutaksir yang mengalihkan pandangannya kepadaku, tapi semua orang termasuk guru memujiku. Aku jadi pusat perhatian seharian itu. Tak nyaman, biasanya aku yang melihat dan curi-curi pandang dari balik lubang, justru aku merasa tidak PD. Beginikah rasanya menjadi pusat perhatian? Aku menjadi salah tingkah bagaimana menutupi rambutku, dengan tangan, tas atau buku. Jika dalam film warkop DKI, mirip dengan adegan sewaktu bajunya hilang dan bingung menutupi kemaluannya. Ya rambutkulah kemaluanku.
Dan dalam satu hari itu terjadi perubahan besar, setelah tampil dengan rambut lurusku, keesokannya justru aku tampil dengan kerudung ke sekolah. Dengan uang tabunganku untuk meluruskan rambut, justru berubah bentuk menjadi hijab. Beruntung punya mbak kost yang baik hati, mau berbagi seragam hijabnya untuk kupinjam dahulu. Subhanallah, jangankan yang lain aku sendiri heran. Rambut lurus itu yang begitu aku idamkan kian dipertanyakan semua orang. Bagaimana mungkin aku menutupinya? Ya, itu tak lebih aku tak ingin semakin banyak orang melihat kemaluanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar