Ada yang mengatakan terlambat itu akan menyesal kemudian. Tapi tidak dengan taubat, karena Allah Maha Pengampun menerima taubat siapapun.
Ini kisah tentang Ibuku.
Ibu yang biasa ku sapa akrab Emak ini memang tak pernah berkerudung sejak aku masih kecil. Meski begitu dulu saat ayahku masih hidup ibuku hanya memakai penutup kepala yang tak menutupi leher. Seperti topi atau dalaman kerudung biasa. Namun tidak dilanjutkan karena pernah disindir orang seperti tukang bawang atau penjual bawang di pasar.
Sejak itulah ibuku memilih tidak melanjutkan berkerudung. Namun saat usiaku mulai dewasa dan meninggalkan bangku SMA tepatnya tahun 2010 aku sudah menyuruhnya untuk memakai kerudung.
Aku anak perempuan pertama yang memaksa kondisi ibuku memakai kerudung, bukan karena apa, pada saat itu ibuku rambutnya sudah beruban. Bagaimana tidak, ketika uban sudah menyumbul diantara rimbunnya rambut hitam lurus lainnya.
Dengan jengkel aku kadang mengingatkannya agar ia tidak lupa memakai kerudung. Sampai pada akhirnya kusadari pemaksaan yang kulakukan berbuah manis. Ku sering menasehatinya perlahan, dan kusebutkan dosa-dosa yang akan ditanggung kelak jika tidak menutup aurat.
Meskipun begitu yang namanya ibu tidak bisa dipisahkan dari daster. Tapi ia tetap memilih daster berlengan panjang dan kerudung warna polos untuk melengkapi pakaian taqwanya. Hingga suka duka dilalui, meski panas terasa ujian ini akan terasa sulit jika tak istiqomah.
Suatu hari tepatnya tahun 2012 ibuku bertemu dengan seorang ibu setengah baya yang tak lain tetangga lama yang usianya lebih tua di atas ibuku. Beliau bertanya tentang kerudung yang tak pernah lepas dari ibuku.
Pertanyaanpun menyeruak karena penasaran penyebab utama ibuku tak pernah lepas kerudung.
“emangnya banyak ubannya ya bu pakai kerudung melulu, gak panas?”
Dengan santai dan tersenyum lebar ibuku mengatakan secara halus.
“enggih bu, katah niki ubane. Malulah sama umur juga, yang muda berjilbab saya tidak? Panas emang bu, ya mau bagaimana lagi. Katanya dosa kalau tidak memakai kerudung”
“oh” jawabnya datar dengan ekspresi wajar tersenyum getir.
Alhamdulillah, yang tua bukan berarti menjadi halangan untuk tetap meraih ampunanNya.
Dan aku sadar, saat ibuku belum berjilbab. Ibuku disindir bahkan dihina oleh seorang bapak-bapak yang suka mengimami di masjid. Beliau menyindir keras saat ibuku keluar rumah tanpa jilbab dengan rambut terurai basah.
Ibuku merasa sakit hati, tapi kenyataan itu memang masih menoreh luka baginya dan diceritakan kepadaku. Lambat laun ibuku justru menjadi semakin membaik terima kasih atas sindiran yang pedas itu. Namun satu hal yang membuatku merasa aneh, sedangkan isteri imam masjid itu malah saya pernah melihat memakai celana pendek dengan rambut dikepang dua keluar rumah ke tetangga. Dan menantunya yang perempuan tak berani disindirnya untuk menutup aurat. Wallahu’alam.
Selagi ada waktu ayo cepat mendekat, karena berjilbab bukan halangan untuk kita tetap menjadi manusia yang seutuhnya dan berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Aamiin.
Muslimah itu tetap berjalan menuju titian cahaya
Meski kerut marut telah merunggut masa muda Allohu Akbar tak ada halangan untuk meraih ridho dan ampunanNYA
enggih bu, katah niki dibaca : Iya bu, ini banyak ubannya.
ANNUR KARIMAH Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar